Selasa, 02 Agustus 2016

SEJARAH KERAJAAN KEDIRI



Arca Buddha Vajrasattva zaman Kadiri, abad X/XI, koleksi Museum für Indische Kunst, Berlin-Dahlem, Jerman.


Kerajaan Kadiri atau Kediri atau Panjalu, adalah sebuah kerajaan yang terdapat di Jawa Timur antara tahun 1042-1222. Kerajaan ini berpusat di kota Daha, yang terletak di sekitar Kota Kediri sekarang yaitu di tepi Sungai Brantas. Wilayah kekuasaan Kerajaan Kediri meliputi Kediri, Madiun, dan bagian barat Medang Kamulan. 
  1. Prasasti Sirah Keting (1104 M), yang memuat tentang pemberian hadiah tanah kepada rakyat desa oleh Raja Jayawarsa.
  2. Prasasti yang ditemukan di Tulungagung dan Kertosono, yang berisi masalah keagamaan, diperkirakan berasal dari Raja Bameswara tahun 1117 – 1130 M.
  3. Prasasti Ngantang (1135 M), yang menyebutkan tentang Raja Jayabaya yang memberikan hadiah kepada rakyat Desa Ngantang sebidang tanah perdikan yang bebas dari pajak.
  4. Prasasti Jaring (1181 M) dari Raja Gandra yang memuat tentang sejumlah nama hewan, seperti kebo waruga dan tikus finada.
  5. Prasasti Kamulan (1194 M), yang menyatakan bahwa pada masa pemerintahan Raja Kertajaya, Kerajaan Kediri telah berhasil mengalahkan musuh yang memusuhi istana di Katang-katang.
  6. Prasasti Kamulan (1194 M), yang menyatakan bahwa pada masa pemerintahan Raja Kertajaya, Kerajaan Kediri telah berhasil mengalahkan musuh yang memusuhi istana di Katang-katang. Buku ini banyak mengambil cerita dari buku Ling Wai Tai Ta (1778 M) karangan Chu Ik Fei. Kedua buku tersebut menerangkan keadaan Kerajaan Kediri pada abad ke-12 dan 13 Masehi.
 
A.  KEHIDUPAN POLITIK
Keadaan politik pemerintahan dan keadaan masyarakat di Kediri ini dicatat dalam berita dari Cina, yaitu dalam kitab Ling-Wai-tai-ta yang ditulis oleh Chou K’u-fei pada tahun 1178 dan pada kitab Chu-fan-chi yang disusun oleh Chaujukua pada tahun 1225. Kitab itu melukiskan keadaan pemerintahan dan masyarakat zaman Kediri. Kitab itu menggambarkan masa pemerintahan Kediri termasuk stabil dan pergantian takhta berjalan lancar tanpa menimbulkan perang saudara.

Di dalam menjalankan pemerintahannya, raja dibantu oleh tiga orang putranya dan empat pejabat kerajaan (rakryan), ditambah 300 pejabat sipil (administrasi) dan 1.000 pegawai rendahan. Prajuritnya berjumlah 30.000 orang dengan mendapat gaji dari kerajaan. Raja berpakaian sutra, memakai sepatu kulit, perhiasan emas, dan rambutnya disanggul ke atas. Jika bepergian, raja naik gajah atau kereta dengan dikawal oleh 500–700 prajurit. Pemerintah sangat memperhatikan keadaan pertanian, peternakan, dan perdagangan. Pencuri dan perampok jika tertangkap dihukum mati.

Setelah 58 tahun mengalami masa suram, Kerajaan Panjalu (Kediri) bangkit lagi sekitar tahun 1116. Raja yang memerintah, antara lain sebagai berikut.

1.      Rakai Sirikan Sri Bameswara
Raja Bameswara pertama adalah Sri Maharaja Rakai Sirikan Sri Bameswara Sakalabhuwana Sarwwaniwaryya Wiryya Parakrama Digjayattunggadewa. Hal itu disebutkan pada Prasasti Pandlegan I yang berangka tahun 1038 Saka (1116 Masehi).
 Raja Sirikan masih mengeluarkan prasasti lain, yaitu
a.       Prasasti Panumbangan berangka tahun 1042 Saka (1120 M)
b.      Prasasti Geneng berangka tahun 1050 Saka (1128 M)
c.       Prasasti Candi Tuban berangka tahun 1052 Saka (1130 M)
d.      Prasasti Tangkilan berangka tahun 1052 Saka (1130 M).
Prasasti lainnya adalah Prasasti Karang Reja berangka tahun 1056 Saka (1136 Masehi), tetapi tidak jelas siapa yang mengeluarkannya. Apakah dikeluarkan oleh Bameswara atau Jayabaya? Lencana kerajaan yang digunakan adalah tengkorak bertaring di atas bulan sabit yang disebut Candrakapala. Bameswara diperkirakan memerintah hingga tahun 1134 M.

2.      Raja Jayabaya
Pengganti Raja Bameswara adalah Jayabaya yang bergelar Sri Maharaja Sri Warmmeswara Madhusudana Wataranindita Parakrama Digjayottunggadewanama Jayabhayalancana. Ia memerintah pada tahun 1057 Saka (1135 M).
Salah satu prasastinya yang menarik adalah Prasasti Talan berangka tahun 1508 Saka (1136 M) yang berisi pemindahan Prasasti Ripta (tahun 961 Saka) menjadi Prasasti Dinggopala oleh Raja Jayabaya. Dalam prasasti itu, ia disebutkan sebagai penjelmaan Dewa Wisnu.
Lencana kerajaan yang dipakai adalah Narasingha, tetapi pada Prasasti Talan disebutkan pemakaian lencana Garuda Mukha. Pada Prasasti Hantang (1057 Saka) atau 1135 M dituliskan kata pangjalu jayati, artinya panjalu menang berperang atas Jenggala dan sekaligus untuk menunjukkan bahwa Jayabaya adalah pewaris takhta kerajaan yang sah dari Airlangga.

3.      Raja Sarweswara
Pengganti Raja Jayabaya ialah Sri Maharaja Rakai Sirikan Sri Sarweswara Janardhanawatara Wijayagrajasama Singhanadaniwaryyawiryya Parakrama Digjayattunggadewanama. Sarweswara memerintah tahun 1159 hingga 1169. Lencana kerajaan yang digunakan adalah Ganesha.

4.      Sri Aryyeswara
Raja Sarweswara kemudian digantikan oleh Sri Maharaja Rakai Hino Sri Aryyeswara Madhusudanawatararijamukha. Masa pemerintahan Raja Sri Aryyeswara hanya sampai tahun 1181 dan digantikan oleh Sri Maharaja Sri Kroncarryadipa Handabhuwanapalaka Parakramanindita Digjayattunggaduwanama Sri Gandra.

5.      Sri Gandra
Pada masa pemerintahan Sri Gandra dikenal jabatan senapati sarwajala (laksamana laut). Dengan jabatan itu, diduga Kediri mempunyai armada laut yang kuat. Di samping itu, juga dikenal pejabat yang menggunakan nama-nama binatang, misalnya Kebo Salawah, Lembu Agra, Gajah Kuning, dan Macan Putih.


      
6.      Kameswara
Kameswara memerintah Kerajaan Kediri tahun 1182–1185. Kameswara bergelar Sri Maharaja Sri Kameswara Tri Wikramawatara Aniwaryyawiryya Parakrama Digjayattunggadewanama. Pada masa pemerintahan Kameswara, seni sastra berkembang pesat.



7.      Kertajaya
Setelah Kameswara mangkat, raja yang memerintah Kediri adalah Kertajaya atau Srengga. Gelar Kertajaya ialah Sri Maharaja Sarweswara Triwikramataranindita Srenggalancana Digjayattunggadewanama. Kertajaya adalah raja terakhir yang memerintah Kediri. Kertajaya memerintah Kediri tahun 1185–1222.
Pada masa pemerintahannya, Kertajaya sering berselisih pendapat dengan para brahmana. Para brahmana kemudian minta perlindungan kepada Ken Arok. Kesempatan emas itu digunakan Ken Arok untuk memberontak raja. Oleh karena itu, terjadilah pertempuran hebat di Ganter. Dalam pertempuran itu, Ken Arok berhasil mengalahkan Raja Kertajaya. Dengan berakhirnya masa pemerintahan Kertajaya, berakhir pula masa pemerintahan Kerajaan Kediri sebagai kelanjutan Dinasti Isana yang didirikan oleh Empu Sindok.

B. KEHIDUPAN EKONOMI
Kediri merupakan kerajaan agraris dan maritim. Masyarakat yang hidup di daerah pedalaman bermata pencaharian sebagai petani. Hasil pertanian di daerah pedalaman Kerajaan Kediri sangat melimpah karena didukung oleh kondisi tanah yang subur. Hasil pertanian yang melimpah memberikan kemakmuran bagi rakyat.
Masyarakat yang berada di daerah pesisir hidup dari perdagangan dan pelayaran. Pada masa itu perdagangan dan pelayaran berkembang pesat. Para pedagang Kediri sudah melakukan hubungan dagang dengan Maluku dan Sriwijaya.
Pada masa itu, mata uang yang terbuat dari emas dan campuran antara perak, timah, dan tembaga sudah digunakan. Hubungan antara daerah pedalaman dan daerah pesisir sudah berjalan cukup lancar. Sungai Brantas banyak digunakan untuk lalu lintas perdagangan antara daerah pedalaman dan daerah pesisir.

C. KEHIDUPAN SOSIAL
Pada masa kejayaan Kediri, perhatian raja terhadap rakyatnya bertambah besar. Hal ini dibuktikan dengan munculnya kitab-kitab atau karangan yang mencerminkan kehidupan sosial masyarakat pada masa itu. Seperti kitab Lubdhaka yang mengandung pelajaran moral bahwa tinggi rendahnya martabat seseorang tidak ditentukan oleh asal dan kedudukan, melainkan berdasarkan tingkah lakunya.
Raja turut serta dalam perlindungan terhadap hak-hak rakyat. Sikap memberi perlindungan ini merupakan satu alat efektif untuk melihat perkembangan kehidupan sosial masyarakat Kediri.
Berdasarkan kronik-kronik Cona, tercatat bahwa :
1.      Rakyat Kediri pada umumnya telah memiliki tempat tinggal yang baik.
2.      Hukuman yang dilaksanakan ada dua macam, yaitu hukuman denda dan mati (khusus bagi pencuri dan perampok).
3.      Kalau sakit, rakyat tidak mencari obat, tetapi cukup memuja para dewa.
4.      Pakaian masyarakat Kediri cukup rapi.
5.      Kalau raja bepergian, dikawal oleh pasukan berkuda dan bukan pasukan darat.
6.      Martabat seseorang tidak dilihat dari status, tetapi pada kelakuannya.



D. KEHIDUPAN BUDAYA
Pada zaman kekuasaan Kerajaan Kediri, kebudayaan berkembang pesat. terutama pada bidang sastra. Hasil-hasil sastra pada zaman Kerajaan Kediri di antaranya:
1.      Krisnayana, diperkirakan berasal dari pemerintahan Raja Jayawarsa.
2.      Bharatayuda, dikarang oleh Empu Sedah dan Empu Panuluh tahun 1157, pada masa pemerintahan Raja Jayabaya.
3.      Arjuna Wiwaha, dikarang oleh Empu Kanwa. Dalam ceritera itu mengisahkan upacara pernikahan Raja Airlangga dengan putri raja dari kerajaan Sriwijaya. Cerita ini dibuat pada masa pemerintahan Raja Jayabaya.
4.      Hariwangsa, dikarang oleh Empu Panuluh pada masa pemerintahan Raja jayabaya.
5.      Bhomakavya, pengarangnya tidak jelas.
6.      Smaradhana, dikarang oleh Empu Dharmaja pada masa pemerintahan Raja Kameswara.
7.      Wratasancaya dan Lubdhaka, dikarang oleh Empu Tanakung.

Demikian artikel tentang kerajaan Kediri, telah kami susun dari berbagai sumber.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar